Sabtu, 15 Agustus 2015

Metode Pengasuhan Anak versi mbak DF

Obrolan ringan suami dengan teman-temannya saat pelatihan di Padang kemarin. Saya cuma dapat rekaman aslinya saja (maksude curhatan dari mulut suami langsung). Seorang kasie di propinsi (mbak DF) berkata, anak pertama itu teori, anak kedua pengalaman dan anak ketiga tumbuh sendiri. Saya sontak tertawa kecil sembari mengingat-ingat bagaimana anak-anak kami sekarang. Benar juga yaa… Dulu waktu jaman Iffah, gatal merah sedikit saja udah muter otak cari herbal yang bisa menghilangkan merah di pipinya. Panas dikit sudah gusar dan tiap 15 menit cek thermometer. Sekarang si kembar (saya menyebut mereka berdua anak kedua tidak ada kakak adik diantara mereka berdua) panas ya santai selama baru semalaman dan Cuma sekali semalam di cek thermometer. Apalagi kalau sudah tau penyebabnya dan panas hanya sebagai gejala saja. Misal tumbuh gigi. Dulu Iffah tumbuh di rumah yang masih pakai lantai cor kasar jadi saya selalu mengamankan dia kalau mulai merangkak kea rah-arah lantai yang dingin atau lebih kasar. Sekarang si kembar, udah merangkak kesana sini bahkan ke dapur saya biarin aja. Malah pernah masuk kamar mandi sendiri. Hihihi… Atau masalah botol, dot dan alat perah anak-anak. Jaman Iffah, budhe gak boleh nyuciin dot dan uberampenya tapi apa yang terjadi sekarang? Kalau sudah kepepet gak sempat nyuci botol ya sudah pasang memo di kulkas dan nanti dikerjakan budhe. Phffuu… Situasional :p

Walau demikian, sejauh itu masih dalam koridor yang aman dan tidak membahayakan menurut saya metode pengalaman dan sedikit luntur idealisme bisa ditolerir. Yang penting adalah komunikasi yang baik dengan semua pihak yang terlibat dalam pengasuhan anak. Ummi, Abi, juga budhe2nya. Alhamdulillah so far so good. Smg istiqomah. Aamiin. Karena amanah dunia akhirat ini bukan Cuma ada di tangan Ummi saja jadi semua harus diberitahukan apa dan bagaimana kita dalam mendidik anak2. Thanks a lot for my husband yang makin so sweet tiap harinya. Yang tidak risih mengerjakan hal-hal kerumahtanggaan dalam negeri. Yang tetep kece mententeng tas ransel di pasar dengan catatan digenggaman. Yang setia menemani malam-malam ketika Iffah minta mimi dot. Tapi ada satu hal yang menjadi peraturan kami tentang pengasuhan anak di atas usia 2 tahun. Karena sekarang kami baru diamanahi 3 akhwat maka semua tanggung jawab mandiin cebok dan sejenisnya diserahkan ke Ummi dan budhe. Abi paling membantu gantikan kaos/ baju saja itupun setelah dipakaikan clodi sama Ummi/budhe. Dan kelak jika Alloh meridloi kami untuk mempunyai anak laki-laki maka peraturan berlaku sebaliknya. Gilirannya Abi. :D

Rabu, 12 Agustus 2015

Mbak Fa 25th months old

Alhamdulillah sudah sebulan terlewati dari angka ‘2’mu Nak. Sholihah 1 Ummi ini sudah bisa bernyanyi dengan bahasanya sendiri. Sudah bisa merangkai puzzle sederhana dan bermain sandiwara orang berjualan. Kalau sudah acting ummi Cuma bisa cengar cengir.

“Ibu ibu…beli…”

“Jualan apa buk?” sambut Ummi.

“Ee… aju dede” means baju dedek yg dijualnya.

Di lain waktu, anteng bertiga di kamar. Apa yang terjadi? Piring-piring melamin yang sengaja tidak Ummi pakai dibongkar dan dibuat mainan bertiga. Tentunya dengan mengajak “dedek pipis”nya. Boneka kesayangan Iffah itu tuh.
Secara fisik, mbak Fa overall sehat dan normal pertumbuhannya insyaaAlloh. Berat badannya yg tidak terlalu lebar rangenya dari 11 kg Alhamdulillah tetap membuatnya aktif bermain. Giginya masih 17 buah dan sedang tumbuh lagi geraham besar kiri bawah. Rambutnya makin kriting gantung. Mungkin inilah doa Ummi yang tertahan. Duluuuu sekali Nak, waktu Ummi kelas 5 SD, pernah Ummi ke salon lalu minta dikeriting. Saat itu rambut kriting menggantung lagi trend. Hahaha… Tapi baru 2 hari Ummi lupa keramas rambut. Padahal kata tante2 yang motongin rambut tuh gak boleh dibasahi dulu biar obatnya gak luntur. Wallohu a’lam. Jd intinya keinginan punya rambut kriting Cuma selama 2 hari dan dikabulkan di rambut Iffah yang keriting gantung dan pirang. Kayak bule gitu, padahal mbok-e ireng ndetheng :p
Tinggi badan Iffah sudah hampir separo badan Ummi, dan adek2nya sudah setinggi telinga Iffah. Udah pada gedhe ya anak2ku? Iya Tikaa…kamu udah tuek nduk.
Selain kegiatan sosialitanya dengan para boneka dan adik2nya, mbak Fa juga sudah punya temen lhooo… Kalau ditanya siapa temennya, jawabnya Bang Iyan (Rian),abang ajah (gajah-krn gendut-namanya Andi),Bang Pino (Vino), Kak Iya (Dira), Kak Wiya (Widya), Mbah Udi (Muadzin masjid Lekok tempat kami tinggal) dan Kak Uti (Putri). Mainnya apa, yaa apa aja. Kadang baca buku bareng, bikin rumah-rumahan dari puzzle atau sekedar uleg-uleg masak2an.
Alhamdulillah ‘alaa kulli hal. Semoga sehat selalu ya Mbak Fa. Jadi kakak yang baik dan sholihah aamiiin… :*

20150810_132805

Sabtu, 08 Agustus 2015

Menabung Prosa buat FPM

Ceritanya sedang pengen istiqomah nulis tapi apadaya baru segini udah ketemu seabreg alasan yang membuat stop sementara :(

(1)

Jaga hatinya

Perempuan adalah lautan rahasia yang harus rapih menyimpan rasa. Jagalah ia jangan sampai perempuanmu menangis dihadapan orang lain. Jangan sampai engkau biarkan tangisannya terus mengalir dan tak sadar bahwa kau sendiri yang membiarkannya semakin rapuh.

Menjaga perempuanmu artinya kau jangan memicu emosinya. Pun sampai saatnya perempuanmu membutuhkan curahan hatinya, maka terimalah ia. Temukan tanpa harus banyak pertanyaan. Sedikit kata manis terkadang menenangkan hatinya.

Bosan letih dan semua kehampaan yang ia rasakan seharusnya kau rasakan jua. Sedikit memberinya jeda, pegang tangannya dan sebentar menikmati wetime untuk mengembalikan hatinya. Karena perempuan bukan hanya pelampiasmu saja. Karena perempuan harus dijaga!

-***-

(2)

Si Manisku sayang

Si manisku kembali merajuk. Meminta haknya kembali. ASI. Ya, minuman sempurna itu selalu dinantinya. Selepas kaki ini dari ‘baju’nya langsung saja mereka menghampiriku.

Si manisku kembali melendot manja. Mengharap iba setetes air dari ibunda tercinta. Merecharge energinya untuk kembali merangkak menghadapi kehidupan.

Si manisku kembali membalas tatapanku dengan tatapan lembutnya. Sebentar saja Ibu, kutahu engkau tengah bergelut dengan amanah-amanah itu. Aku tahu Bu.. Hanya sebentar… kurindu pelukanmu…

-***-

(3)

Kebebasan

Kau tahu arti kebebasan itu, hai diri yang dhoif? Saat kau tatap burung yang dengan tenangnya terbang di angkasa. Saat tawa anak-anak memecah keheningan hatimu. Saat teriakan manja si kakak membangunkan tidur nyenyakmu. Itukah kebebasan yang kau maksud, hai jiwa yang acap lalai?

Kebebasan yang menyeruap di sepanjang kehidupanmu saat kau bebas menghamba pada Alloh. Ketika kau bebas berjam-jam menangis dalam sujud di kesunyian pagi. Ketika tak seorangpun sanggup menghalangimu untuk terus berdzikir menikmati anugerahNya.

Kebebasan yang mungkin sangat sederhana tak dapat dielakkan oleh sebiji zarrahpun. Kebebasan untuk mencintai Alloh di kala lapang maupun sempit…

-***-

(4)

Dokumen PBDT vs Al Qur’an

Hai Tika… Terimakasih sudah mau menyentuhku hari ini. Terimakasih akhirnya sedikit demi sedikit tumpukanku tak bersisa di mejamu. Selembar demi selembar kami meninggalkan mejamu. Terimakasih…

Tapi tunggu! Tengoklah di balik laci di bawah mejamu itu. Ada seonggok bercover pink yang memanggil-manggilmu setiap waktu. Liriklah sejenak apa yang ada didalamnya. Bacalah dengan keteduhan hatimu. Pahami dan renungkanlah Tika…

Ia merindukanmu. Kapan saat kau bersama mencari kebenaran dengan melafazkan isinya, mencari terjemahan dan tafsir untuk membantumu. Kapan saat lingkaran itu mampu membuatmu seoalah-olah dirasuki oleh kenikmatan zikir kepada Alloh. Kapan saat kau lebih mengutamakan buku bercover pink itu dibandingkan dengan tumpukan-tumpukan kami…

-***-

(5)

Percaya

Sulitnya mewujudkan satu kata itu. Kepercayaan memang hal yang mahal bagiku. Apa mungkin karena masa laluku? Betapa sulitnya mendapatkan kepercayaan untuk bisa melakukan sesuatu sekehendakku. Ya, itu aku dulu. Aku tidak lari dari kenyataan. Kenyataan yang membuatku semakin sulit untuk bisa memberikan kepercayaan pada orang lain.

Bukan pula aku tak pernah mendapatkan kepercayaan. 5 tahun mengarungi kehidupan di ibukota bukanlah sebuah kepercayaan kecil. Dan aku mendapatkannya.

Lalu biduk pernikahanku kini. Bukankah itu berarti aku sudah mempercayakan hidupku padanya? Dan sebaliknya ibu bapak memberiku kepercayaan untuk lebih mandiri dari sebelumnya? Naif memang, karena saat kau sulit member kepercayaan maka hidupmu akan penuh dengan ketakutan.

-***-

(6)

Baiti Jannati

Sebutir embun menetesi ujung kuku jempol kakiku pagi ini. Kesejukkan merasukiku. Sembari kupandangi wajah-wajah syurgawi itu. Mereka masih asyik dengan mimpinya masing-masing. Dari balik jendela kulihat lelap tidur mereka. Dan embun masih menemaniku..

Sehelai daun kering terbang tertiup angin lembut. Menghempas kedinginan pagi yang merasuk hingga ke tulang. Dari balik bilik yang lain, kutemukan sosok tangguh yang telah bersedia menampung keluh kesahku selama ini. Sosok sholeh yang setia memberikan bahunya untuk bersandar. Sosok yang dengan ikhlas menjalani lika liku kehidupan bersamaku.

Kucium bau hempasan debu yang tersiram rintik hujan beberapa jam yang lalu. Rasanya nikmat sekali. Sembari kutarik napas panjang membiarkan udara memenuhi paru-paruku. Bersama dengan ucap syukur atas karunia ini… Baiti Jannati…

(all by Aifa Taqiya 2015)

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...