Rabu, 02 November 2016

My Twins Story #1

Januari, 2014 tepatnya tanggal 10 Januari, kami usai melakukan perjalanan panjang untuk sebuah kalimat birrul walidain. Kami yang merantau jauh di Sumatera Barat sementara keluarga besar kami baik dari paksu maupun dari keluarga besarku di Purwokerto. Birrul walidain menjadi momentum yang penuh uforia kegembiraan karena kerinduan yang selama kurang lebih satu tahun telah terpendam. Tak berapa lama akupun haid di tanggal 13 Januari. Ini merupakan haid ketiga setelah Athifah lahir. Selama kurang lebih 11 hari aku haid. Dan ternyata itulah haid terakhirku sampai dengan bulan April 2016 lalu. Hehe...

Sebulan setelah tanggal 13 Januari, aku mulai menghitung hari. Kapankah si tamu bulanan itu akan tiba. Do’a yang terbaik saja Ummi.... Begitu kata Abuya anak-anak menenangkanku. Jujur saya khawatir hamil saat itu. Mengingat di tanggal 10 Februari Athifah baru saja ulbul ke-7. Usia yang saat dini untuk dia menerima kenyataan menjadi seorang kakak. Mau testpack pun ragu karena apa yang akan kukatakan pada keluarga kalau benar hamil. Akhirnya setelah berdiskusi dengan paksu, kami memutuskan untuk tidak perlu testpack. Biar saja mengalir. Makan makanan yang bergizi dan banyak berdoa. Banyak pertimbangan saat itu, aku yang belum prajabatan (direncanakan April 2014 waktu itu) dan usia si kakak yang masih belia. Setiap orang tua menelepon, sebisa mungkin kami alihkan perbincangan ke arah selain tentang “apakah iffah mau punya adik?”. Sederhana sebenarnya, bahwa aku takut orang tua khawatir dengan kondisi kami. Itu saja.

Hari berganti, sampai akhirnya masa prajabatan pun tiba. Aku yang ketinggalan prajabatan karena saat mau prajab dengan teman-teman STIS angkatan 49, aku sedang hamil muda si kakak. Dan nggak lucu kalau PNS-ku tertunda lagi karena lagi hamil (lagi). Hehehe... Selama 3 pekan aku prajabatan dengan pemda Sumatera Barat di Kota Padang. Kalau dihitung usia kandungan saat itu memasuki bulan ke-5. Belum begitu nampak dari fisik tapi dari nafsu makan. Pagi-pagi kami senam dan aku selalu membawa tentengan berupa susu dan roti. Setelah itu sarapan. Kawan-kawan selalu menanyakan apakah normal makan sebanyak itu. Oya, waktu itu di hari kedua aku pun jujur ke panitia bahwa aku “mungkin” sedang hamil. Alhamdulillah panitia memberikan toleransi untuk beberapa kegiatan yang menguras tenaga maka aku boleh istirahat sambil memperhatikan teman-teman yang sedang berkegiatan.

Sekitar akhir Mei, prajabatan pun usai. Selama 3 pekan tersebut Athifah ikut menginap di badan diklat. Jadi saat itu yang ikut prajabatan ada aku, Athifah dan budhe pengasuh. Lumayan rempong tapi nikmat karena tetap bisa main dengan Athifah disela-sela agenda prajab. Penutupan selesai pada pukul 10.00 WIB. Saat itu juga aku pergi ke rumah sakit pemerintah M.Jamil Padang untuk mengurus Surat Kesehatan untuk kelengkapan berkas PNS. Lagi hamil 5 bulan lari0lari bolak balik dari satu poli ke poli lainnya seorang diri. Sampai di poli paru-paru yang mengharuskan rongent, aku terpaku beberapa detik. Sebuah tulisan tebal dan kapital terpampang dihadapanku. BAGI IBU HAMIL DILARANG MEMASUKI RUANGAN INI. Ups... Seorang petugas menyarankanku untuk berkoordinasi di bagian poli umum yang menangani KIR apakah boleh diganti dengan USG saja. Alhamdulillah dengan sedikit drama karena dokter spesialis kandungannya saat itu sedang rapat maka aku berlari-lari cari ojek untuk menuju ke rumah sakit Siti Hawa demi mendapatkan hasil USG. Saat itu yang dipikiranku adalah kalau gak selesai hari ini berarti aku harus bolak balik Solsel-Padang minggu depan. Lalu Iffah sama siapa? Saat itu Iffah masih ASI dan dalam kondisi hami melakukan perjalanan 4-5 jam dengan jalanan rusak. Oh, No! Finally, setelah ditemui di RS Siti Hawa, aku bisa langsung melakukan USG. Dengan buk Ermawati, aku dilayani dengan cukup baik. Bu dokter senyam senyum.

“Ibu kenapa kok terburu-buru?”

“Saya sedang mengurus KIR untuk berkas PNS bu..”

“Yaah sabarlah ini ada dua kantong Bu...”

....melongo....

“Masyaa Alloh Bu, ini kembar!” Tegas Bu Dokter.

“Yang benar Bu? Allohuakbar”

Sepulang dari rumah sakit, akupun hanya banyak mengucap hamdallah. Penyesalan bahwa aku masih menutupi kehamilan ini pun menyergap. Maafkan Ummi Nak... Alhamdulillah hasil USG menyebutkan mereka tumbuh dengan baik. Terimakasih ya Alloh. Engkau berikan aku kesempatan untuk kembali hamil plus dengan keberkahan kehamilan kembar ini. Anak-anak yang kuat dan tangguh. Ummi bangga pada kalian: Mbak Fa (Athifah), dan juga adik2 kembar.

Kepada kedua orang tua kami jelaskan perlahan dan harapan kami untuk tetap merawat Athifah meskipun kelak jarak usia mereka berdekatan. Aku yakinkan pada Ibu dan Mama bahwa pertolongan Alloh itu sangat dekat dan kami yakin dengan ridlo mereka, pasti semua akan lebih mudah. Benarlah adanya, kehamilan kembar sembari tetap memberikan hak ASI kepada Athifah selama 9 bulan terlalui dengan lancar. Mama selalu mengirimkan sms penyemangat dan Ibu selalu dengan suara sendunya meratapi seolah kami ini pasangan yang selalu dikasihani. Padahal kami sehat dan bahagia sekali menyambut si kembar lahir. Suami selalu menyiapkan bahan masakan yang bergizi, mulai dari daging merah, telur ayam kampung dan susu murni menjadi konsumsi rutinku selain madu atau sari kurma. Dengan ridlo Alloh pula di bulan Ramadhan 1435 H aku bisa berpuasa dan batal selama 4 hari karena Athifah diare sehingga membutuhkan ASI melebihi biasanya. Allohu yassirna, alhamdulillah...

Persiapan kami menghadapi kelahiran si kembar, selain konsumsi makanan yang bergizi kami juga mempersiapkan Athifah untuk menjadi kakak. Kami libatkan saat mempersiapkan baju-baju lama Mbak Fa yang akan dipakai oleh sang adik. Dan yang paling berat adalah menyapih Athifah untuk lepas menyusu langsung dari puting dan beralih ke dot. Penyapihan membutuhkan waktu sepekan dan meyakinkan bahwa Athifah tetap bisa minum susu Ummi tapi lewat dot Nak... Itu bagian yang paling dramatis. Alhamdulillah Athifah lulus ASI 2 tahun meskipun di tahun pertama saja ia menyusu langsung dan selebihnya melalui dot.

Persiapan lainnya adalah olahraga. Sama dengan saat menjelang kelahiran Athifah. Aku rajin pemanasan dan jalan kaki dipagi hari saat weekend. Waktu weekday aku manfaatkan untuk senam ringan seperti jongkok-berdiri atau jongkok lama sembari menguleg sambal. Hehe... Olah raga ringan lainnya adalah bernafas melalui nafas perut. Saat Athifah segala persiapan nafas perut gagal total karena info yang minim mengenai masa-masa kontraksi. Diharapkan di kelahiran si kembar semua akan lebih baik sesuai rencana.

Sampai tiba masanya cuti melahirkan. Horee horee horee... 7 September 2014 menjadi hari pertama cutiku sekaligus kepulangan kami ke Purwokerto. Kami pulang dengan memboyong Athifah yang saat itu baru 14 bulan dan perut yang segede gentong.

To be continued....

Teruntuk para mujahidah kecilku... teruslah istiqomah dalam menegakkan Diin ini. Semoga Alloh meridloi kalian untuk menjadi muslimah tangguh dan hafidzoh. Aamiin...

 

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...