Kamis, 08 Februari 2018

Suami istri sekantor, why not?

Hidup, mati, jodoh, rezeki merupakan takdir yang telah Alloh tentukan bagi setiap makhluk. Dalam perjalanannya ada banyak pilihan yang mengharuskan kita mengorbankan sesuatu untuk kemaslahatan yang lebih besar. Ya, itu juga sunatulloh yang tidak bisa kita hindari selama nafas masih berhembus.

Disisi lain, sesuai fitrahnya seorang ibu layaknya menjadi madrasatul ula bagi putra-putrinya. Membersamai anak-anak dan menanti kehadiran suami dari medan juangnya di rumah. Namun, tak sedikit dengan berbagai pilihan hidup tadi menakdirkan si ibu berjibaku dengan amanah ranah publik (it means as working mom). Hmm.. Saya fokuskan lagi deh, sebagai pejuang data di instansi vertikal yang diawal kontrak kerjanya mewajibkan pegawai untuk bersedia ditempatkan di seluruh wilayah republik Indonesia.

Sebagai catatan, Sahabat tak akan memahami point ini sampai Sahabat rasakan sendiri sensasi penempatan di luar kampung halaman, lintas propinsi bahkan lintas pulau, salah satunya saya. Beruntung tiga bulan sebelum penempatan, pangeran berparas putih tanpa kuda itu sudah memberanikan diri mengemban tanggung jawab bapak saya, dunia sampai akhirat insyaAlloh. Tapi tidak sedikit yang menjalankan amanah negara seorang diri ke perantauan, lalu menikah dengan ketentuan Alloh baik itu satu profesi maupun berbeda.

Pada perjalanannya, Alloh selalu menghadirkan pilihan-pilihan salah satunya apakah menjalani rumah tangga satu atap dengan suami atau memilih LDM (Long Distance Married). That a choice! Beberapa ada yang mengorbankan pekerjaan ranah publiknya demi kebersamaan dengan suami. Tapi tidak dipungkiri keberadaan para sahabat yang LDM karena belum diizinkan pimpinan. Atau memberatkan diri dengan kalimat, "Saya sudah di kota yang nyaman, suami saya di daerah. Biarlah saya menunggu sampai suami mutasi ke sini." Wow gitu ya.. Saya mah kagak tahan buk. Mungkin saya yang terlalu manja. Hehehe.. Lagi-lagi, saya menghargai pilihannya. Karena tentunya mereka pun sudah sangat bersabar menjalani pilihannya. Bukankah setiap pilihan selalu melekat dengan konsekuensinya?

Ssttt... Ternyata banyak sebagian dari kami yang qodarulloh menjalani pilihan dapat sekantor dengan suami. Tapi tetap saja, tanpa rasa syukur, rumput tetangga akan selalu nampak lebih hijau. Hehehe...

Berdasar dari pengalaman kami pribadi, berikut plus minus yang kami rasakan menjadi pejuang data di daerah tertinggal namun masih bisa memasak saat istirahat siang untuk suami dan anak-anak.

*Bounding dengan suami saat masa pacaran

Ini penting banget karena pacaran pasca menikah itu masing-masing membutuhkan adaptasi. Kebersamaan di banyak aktivitas akan menambah kedekatan satu sama lain. Pelukan, sentuhan sayang juga terbukti menambah hormon cinta satu sama lain.

*Saat cemburu itu tiba...

Aduw... Saya malu menuliskan bagian ini. Mengingat kejadian 5 tahun silam saat suami pertama kali menjadi instruktur daerah Sensus Pertanian. Saya yang sedang menjalani trimester akhir kehamilan harus rela hanya menjadi panitia (padahal saya subject matter dan umumnya anak baru akan diberdayagunakan). Saya bahkan sangat cemburu pada saat semua tatapan peserta fokus pada instruktur. Hehehe... Saat itu yang dilakukan suami alhamdulillah mampu meluluhkan rasa cemburu saya. Tentunya akan lebih sering berkecambuk rasa cemburu ketika sepasang itu dipisahkan karena alasan pekerjaan.

*Berbagi tugas saat salah satu dari kami berhalangan

Dengan jumlah pegawai kurang dari 20 dan pekerjaan yang bertubi-tubi, membuat kami sedikit banyak mengetahui urusan pekerjaan pasangan. Seperti saat saya cuti melahirkan, suami dapat menggantikan sementara beberapa tugas saya. Atau ketika suami harus DL (dinas luar), tidak jarang saya turut meringankan tugas beliau di kantor.

*Belajar ilmu agama lebih terasa

Kemajuan teknologi memudahkan kita belajar dan mengakses ilmu dengan lebih leluasa. Namun tetap, berguru secara langsung lebih cepat memahamkan kita akan ilmu tersebut. Teladan langsung dalam keseharian mampu mengikis kebiasaan buruk sedikit demi sedikit dan bersama mengoptimalkan kebiasaan baik. Termasuk belajar ilmu agama, tahsin dan tahfiz.

*Saat keduanya ditugaskan sementara ke luar kota

Tidak selamanya kami bisa berbagi tugas. Ada kalanya, kami sama-sama ditugaskan keluar daerah dan harus memboyong anak-anak atau sebaliknya. Meninggalkan anak-anak dengan sepenuh doa. Melihat mereka yang berdiri di depan pintu melambaikan tangan kepada kami yang pergi berdinas luar sesuatu yang beraat sekali. Sebisa mungkin kami bedakan jadwal DL. Tapi ada kalanya kami harus meninggalkan mereka dengan pengasuh. Keluarga baru kami di tanah rantau. Suatu saat saya ingin mendedikasikan tulisan untuk keluarga mereka. Para pengasuh anak-anak sejak Athifah bayi merah sampai pengasuh si kembar.

*Menjaga perasaan rekan sejawat di kantor

Sesuai prinsip instansi kami, profesional, integrasi dan amanah. Sebisa mungkin kami tetap profesional di luar rumah. Ada hak-hak ummat yang melekat pada masing-masing kami saat melangkah keluar rumah. Termasuk saat di kantor. Jangan sampai ada peraaaan terdzolimi atau tidak adil. Seperti saat tadi ujian pendalaman pelatihan susenas, suami sedari ba'da subuh sudah asyik membuat soal. Saya? Tidak belajar sama sekali. Bukan karena dapat bocoran atau mentang-mentang suami sendiri yang menilai maka akan aman dari ujian. Big NO! Saya berkutat di kamar mandi dan dapur mengurus anak-anak dan pendalaman menjadi momok bagi saya saat mengerjakan tadi. Alhasil, saya pun berada di urutan menengah kebawah meski masih dikatakan lulus.

Whatever dengan yang saya curhatkan di atas. Saya rasa kunci pentingnya adalah komitmen. Mau menjalani sekantor atau LDM, maka komitmenlah dengan kesepakatan satu sama lain. Penuhi rasa syukur di setiap takdir yang kita jalani. Lalu tambah boundingnya pada Alloh, Al Qur'an dan ilmu. InsyaAlloh pertolongan Alloh itu dekat...

_Umma Fayala_

#PerempuanBPSMenulis

#MenulisAsyikdanBahagia

#15HariBercerita

#Harike6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...