Senin, 12 Februari 2018

Wirid: Sebuah Warisan Budaya

Salah satu budaya yang mengakar di tempat tinggal kami yang membuat kami bertahan adalah guyub "kehangatan" yang diberikan oleh tetangga. Diantaranya kegiatan wirid tiap dua pekan dan rewang jika ada baralek (walimah atau hajatan).

As specially wirid, ini sebenarnya duluuu saat awal tinggal di Lekok City (Jorong Sei Lambai, Lubuk Gadang Selatan, Solok Selatan, Sumbar) saya sudah bergabung. Namun tidak bertahan lama karena saat hamil Athifah si kaki ini cepat kesemutan. Jadi sungkan sama ibu-ibu klo saya klesat klesot tidak nyaman gitu. Hehe.. Lalu saya pindah ke Lekok Dalam, masih satu korong sih, tapi malah jadi keasyikan dengan rutinitas dan sabtu ahad lebih ke family time. Gaya doang. Wkwkw.. Sekarang tetep sabtu-ahad family time, sekalian ajak anak-anak mengenal silaturahim. Hahay..

Back to topic, wirid tiap dua pekan memang sudah seperti tradisi. Kegiatan mengaji surat yasin dan doa-doa pelengkapnya, tidak hanya dikhususkan bagi ibu-ibu. Para bapak juga ada jadwalnya untuk mengaji wirid ini. Untuk tempat, kami lakukan bergilir bagi siapa yang mendapat arisan maka pertemuan berikutnya bertempat di rumah beliau. Oiya, tak hanya wirid, kami jg mengadakan arisan.

Wirid memang debatable. Saya sih ambil tengahnya saja. Selama masih dalam koridor syariah, why not? Lagian kalau dipikir-pikir, kapan saya bergaul dengan para nenek-nenek juga ibu-ibu sekitar rumah? Pulang jam5 sore. Sabtu-ahad lah saatnya bersosialisasi. Selain mengaji pekanan, wirid ibu-ibu menjadi sarana refreshing bagi saya.

Secara konten, saya sebenarnya risih mendengar makhroj dan panjang pendek para ibu-ibu dalam membaca surat Yasin. Dalam jangka menengah, saya bercita-cita wirid tidak sekedar membaca buku Yasin, tapi lebih ke tafsir surat Yasin dan beranjak ke surat-surat lainnya. Ah, mungkin terlalu terlambat setelah 5 tahun di sini belum bisa berkontribusi nyata. Kemana aja Tik selama ini?

Secara teori, kami sudah dibekali masalah bermasyarakat ini semenjak beberapa bulan lulus dari kampus plat merah itu. Namun praktiknya, kesiapan bermasyarakat memang tidak bisa instan. Belum lagi jika partner kita introvert. Saya yang masih adaptasi waktu itu, cukup lama menge"rem" untuk masuk ke dunia emak-emak komplek (lagaknya komplek, padahal mah kampung di daerah tertinggal).

Ah, semoga saja masih ada kesempatan. Semoga ada sedikit yang bisa kami berikan untuk tetangga. Semoga kelak yang ringan ini bisa menjadi hujjah di akhirat saat tak ada bala bantuan selain keridloan Alloh terhadap amalan2 selama ini. Apa yang kamu berikan untuk sekitarmu, Tika?

 

_Umma Fayala_

#PerempuanBPSMenulis

#MenulisAsyikdanBahagia

#15HariBercerita

#Harike7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...