Sabtu, 23 Juni 2018

Isykariman Aflahul Ikhwan

Senin, 18 Juni 2018.

Pagi hari saya beranikan telepon ke dr.Yelli yang bertugas hari ini di RS. Elisabeth & Klinik Omnia. Saya putuskan untuk periksa di RS Elisabeth karena jadwal beliau yang di siang hari. Sementara perut sudah mulai kontraksi ringan. Alhamdulillah 'alaa kulli hal. Penantian panjang dari jam 11 siang berakhir di pukul 15.36 yang tidak sampai 7 menit di ruang praktik dokter. Well...

Hasil USG alhamdulillah baik, janin sudah memposisikan kepala di bawah dan kondisi sehat. Meskipun belum masuk panggul.

Malam harinya semakin intens namun masih bisa ditahan. Oh iya, senin siang kami sempat makan siang di bento Mayasi bareng Iffah & Abinya. Si kembar dititipkan dengan Uti Aung. Jangan tanya kehebohan selama kami tinggal yaa.. Salah satu doa semoga Allah mudahkan persalinan ini adalah karena saya tidak enak meninggalkan si kembar lama-lama. Mereka sedang masa aktif & kreatif. Kasian Aung Utinya. Belum persiapan pernikahan adik saya, membuat makin tidak tega meninggalkan mereka terlalu lama.

Selasa pagi 19 Juni 2018

Saya kirim WA ke bidan incaran. Qodarullah beliau masih full agenda silaturahim. Saya pun hanya memeriksakan ke asisten bidan di klinik beliau. Saya merasa kurang yakin. Asisten beliau menyampaikan kalau ini belum bukaan. Whatt? Semalaman saya tahan kontraksi & sudah keluar lendir bening beliau bilang belum bukaan?? Baiklah. Saya pulang kembali. Padahal Bapak saya sudah memasukkan tas uberampe ke ruang praktik bidan. Huwaaa...

Mengingat kontraksi makin teratur & kuat, setiap 7-8 menit sekali dengan durasi 1 menit, maka saya usul ke suami untuk ke IGD RS Wiradadi Husada saja.

Selasa malam. Ba'da maghrib.

Saya siap-siap (yang ternyata masih ada saja yang tertinggal: sikat gigi!) sembari ditemani suami yang terus me

 

Rabu, 13 Juni 2018

Hello World Ummi...

Isy masih asyik nih berputar-putar di rahim Ummi. Hari ini tepat usia Isy 39 pekan sesuai perkiraan bidan. Maafkan Isy kalau kemarin sore waktu Ummi tengok Isy melalui layar USG, kepala Isy justru sedang di atas.

Selasa, 05 Juni 2018

Penantian

Sebuah artikel masuk ke salah satu Whatsapp Group Parenting mengenai kisah di jaman Khalifah Umar Bin Khattab. Kisah seorang istri yang ditinggal suami berjuang ke medan perang. Beliau memendam rindu sedemikian sehingga terucaplah syair kerinduan yang sampai di telinga sang Khalifah. Singkat cerita, kisah tersebut sebagai asbabul nuzul kebijakan pemimpin mengenai batas waktu maksimal seorang mujahid meninggalkan keluarganya, yakni selama empat bulan. Wow! Jangka waktu yang cukup lama bagi saya. Sebagai pasangan yang selalu merasa muda -cihuy, bisa dikatakan selama ada Mr. E ( suami saya) pasti tak jauh darinya ada saya. Kami sendiri paliiing lama berpisah ya seperti sekarang ini. Masa penantian kelahiran buah hati atau pasca melahirkan sampai batas cuti berakhir. Penantian yang memang telah Allah tetapkan masanya. Kapan sang janin akan menatap dunia. Sementara itu suami tidak mungkin meninggalkan amanah kantor begitu saja. Bahkan ketika saya cuti, ini berarti double job beliau di kantor. Pekerjaan beliau dan remah-remah kerjaan saya yang mungkin mendadak datang saat saya cuti.

Penantian yang sedikit berbeda dengan ketiga kakak-kakaknya. Kali ini Allah ingin menunjukkan bahwa sekeras-kerasnya usaha kita maka ketetapanNya-lah yang terbaik. Berawal dari persiapan kehamilan ketiga ini. Saat itu IUD saya sudah memasuki tahun ketiga. Kami memang setengah meragu mengenai program pengaturan jarak kehamilan ini. Namun setelah istikharah, kami pun sepakat menggunakan metode ini. Bismillah, apalagi saat itu kami dianugerahi putri kembar dengan jarak kelahiran dengan sang kakak hanya 15 bulan. Di bulan September, tepat hari ke-4 masa menstruasi terakhir saya itu, saya lepas IUD. Ada rencana untuk suami saja yang berkontrasepsi karena beliau khawatir kalau terlalu lama ada benda asing di organ reproduksi saya (kalau dari aturan pakainya IUD yang saya pakai ini bisa digunakan antara 3-5 tahun). Selain itu, kembali lagi ke niat awal pernikahan kami untuk setidaknya memiliki 5-7 pasukan pelanjut peradaban. Hahaha...

Pertimbangan lainnya karena di bulan September saya mengajukan inpassing fungsional. Walaupun pekerjaan di kabupaten seolah-olah tidak ada perbedaan sebagai struktural maupun fungsional, saya merasa akan lebih nyaman jika saya menjalani jabatan fungsional daripada harus terbebani dengan monitoring dan target realisasi perkerjaan orang lain. Saya memang bukan tipe debt collector pekerjaan. Menjadi fungsional, saya lebih bertanggung jawab atas pekerjaan yang memang saya kerjakan sendiri, bukan menagih pekerjaan orang lain.

Alhamdulillah Allah mengabulkan dua hal istimewa di bulan Oktober. Saya dilantik sebagai fungsional Statistisi dan Allah kembali menitipkan amanah calon janin di rahim saya.  Terkejut karena berdasarkan penuturan narasumber SDKI 2017 yang diikuti suami, setelah melepas IUD ada jarak sekitar 1 tahun untuk bisa kembali hamil. Wallahu a'lam bishowab. Tapi kami langsung sujud syukur atas karunia Allah yang tak terkira ini.

Masa pun berganti. Kehamilan muda saya jalani dengan layaknya morning sickness di trimester pertama. Saya acap muntah sampai keluar cairan kuning dari lambung. Lalu saya tidak bisa mencium bau bawang putih. Masya Allah, lotek yang begitu nikmat berubah menjadi makanan yang sangat menakutkan. Bahkan hanya mencium aromanya saja. Meski demikian, saya tidak mengurangi aktivitas sedikit pun. Saya tetap mengikuti 2 kali acara HPAI di Padang dengan bermotor ria bersama suami. Belum lagi dinas luar dari kantor yang menuntut saya untuk tetap menghadirinya. Saya yang biasanya anti mabok perjalanan dengan travel, justru jadi pemabuk pada kehamilan kali ini. Oleh sebab itu, saya lebih memilih kendaraan motor untuk bepergian jauh, kecuali suami berhalangan untuk mengantar. Dua kali ke Bukittinggi & Kota Solok. Dan sekian kali ke Padang alhamdulillah tidak menyurutkan semangat saya. Apalagi saat itu belum ada pengganti atasan langsung saya sebagai kepala seksi di kantor. Sehingga murni sejak Juni 2017, pekerjaan debt collector itu melekat pada posisi saya. Meskipun saya sudah dilantik fungsional. Hiks.. Saat itu saya menjalaninya sesuai tupoksi saja. Saya masih Plt bukan definitif struktural. Saya santai saja menjalaninya apalagi jika target pencapaian kinerja teman-teman di tim saya masih dinilai rendah. Penantian akan kehadiran atasan langsung saya, saat itu terasa lama sekali.

Di pekan ke-12 usia kehamilan, kami memutuskan untuk pulang ke Jawa. Momen mudik berlima sempat terusik dengan kabar pelantikan struktural di unit kerja kami. Email panggilan untuk dilantik menjadi eselon 4 itu tidak nyasar. Dia masuk ke inbox saya sesaat kami tiba di Padang untuk melanjutkan perjalanan ke Jawa melalui Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Innalillahi wainna ilaihi roji'un.. Belum genap tiga bulan saya dilantik fungsional, ternyata Allah takdirkan jabatan menakutkan itu hadir pada diri saya. Tak hanya saya, tapi juga suami. Ya Allah, kejutan apalagi kelak yang akan kami hadapi.

Bukankah kita hanya hambaNya? Yang tugasnya taat dan ridlo atas ketetapanNya? Saya berusaha menjalani amanah ini dengan profesional. Saya sampaikan ke pimpinan saya bahwa kapasitas saya tidak seperti kepala seksi lainnya (saya satu-satunya kepala seksi yang perempuan di unit kerja saya). Saya perempuan, saya banyak melibatkan perasaan dalam keseharian. Saya juga seorang ibu dari 3 balita di rumah. Amanah yang terlebih dahulu hadir. Saya akan berusaha seoptimal mungkin supaya tidak ada yang terdzolimi. Saya memohon doa dari teman-teman. Lalu saat pelantikan itu tiba, tak ada senyum dan tawa. Saya menangis di toilet kantor. Saya akan berusaha semoga tidak ada yang terdzolimi, baik itu pekerjaan kantor maupun anak-anak.

Tahun pun berganti...

2018. Tahun penuh warna. Tahun pembelajaran. Tahun penuh perjuangan.

Penantian kehadiran sang mujahid dari rahim saya menjadi momen istimewa bagi kakak-kakaknya. Mba Athifah yang bersemangat dengan adik laki-lakinya (aamiin) mendesain kamar, hingga pembagian tugas menjaga adik bayi bersama si kembar. Belum lagi si kembar yang semakin cerewet dan daya kritisnya makin tinggi. Saya mulai merasa haus bacaan, haus kreatifitas dengan semakin banyaknya pertanyaan dan kebutuhan ilmu mereka.

Segala puji hanya milik Mu ya Allah... Masa-masa sulit itu telah mencapai klimaksnya saat menjelang cuti melahirkan. Tuntutan pekerjaan dan kehamilan yang semakin besar, harus saya tuntaskan. Entah berapa pelatihan dan perjalanan Solok Selatan- Padang yang saya jalani. Allah Yang Maha Kuasa, menganugerahkan kekuatan bagi saya untuk melaluinya. Kalau sekarang saya asyik menarikan jemari di layar smartphone, saya seperti bermimpi telah melalui bulan Maret sampai dengan Mei kemarin. Sungguh karunia mana yang patut saya dustakan. Tak akan pernah ada!

Kini, saya pun masih dalam masa penantian itu. Diusia kandungan menjelang 38 pekan, sang janin belum masuk panggul. Rencana USG pun masih saya tenggatkan sampai Jum'at. Sekalian cek bersama suami (insya Allah beliau mulai cuti Jum'at ini). Meski demikian, kami sudah menyusun birth plan. Untuk opsi pertama, kami memilih bidan delima (bidan profesional) yang sudah kami telusuri jejak juangnya. Selain karena status bidan delima, kami mempertimbangkan aspek ilmu agama beliau. Sepengetahuan kami beliau bidan muslimah yang taat dan berusaha menerapkan sunnah dalam proses persalinan maupun keseharian. Semoga saja Allah ridlo. Aamiin..

Berikut jika mau intip birth plan kami.

Birth Plan A

Nama Umma: Kartika

Tanggal perkiraan lahir: 21062018

Nama dan no telpon suami: Ekowira 081*********

Pendamping persalinan: suami/ibu

Proses persalinan: normal spontan, alami, aktif

Tempat persalinan: Bidan Amelia

Penolong persalinan: bidan Amel&asisten

Kala I

Tetap aktif mobile/bergerak

Didampingi suami

Makan minum cukup, dan tersedia camilan (kurma, madu)

Membiarkan ketuban pecah secara spontan

Posisi persalinan senyaman saya

Memutar murattal

Tidak dilakukan induksi kecuali urgen. Induksi alami dengan nanas/durian

VT dilakukan sesuai kebutuhan tapi tidak terlalu sering

 

Kala 2

Sebisa mungkin tidak dilakukan episiotomi

Penundaan pemotongan tali pusar hingga denyutnya berhenti (delay cord)

Suami mendampingi pemotongan tali pusar jika sudah saatnya

IMD secara penuh segera setelah bayi lahir

Dibantu untuk posisi paling nyaman untuk mengejan.

Suami mengazani bayi

Suami melakukan tahnik pada bayi

Suami tetap mendampingi

 

Kala III

Penimbangan bayi (pemeriksaan dkk) didampingi ayah bayi atau jika memungkinkan, dilakukan di ruangan yang sama tempat saya berada

•Tidak diberi suntik vit K maupun imunisasi lainnya

Kami bersedia menjalani induksi ataupun sc hanya jika jelas indikasi medisnya. Jika bayi perlu mendapat perawatan di unit khusus, saya ingin tetap memberinya ASI eksklusif.

•Mhn jika dirujuk ke dr.Prita di RS Wiradadi Husada.

Lagi-lagi ini hanya ikhtiar kami, namun kembali lagi kami berpasrah pada Allah, kapan dengan siapa sang janin ini akan lahir. Apapun itu, semoga saat penantian ini berakhir, Allah kuatkan kami dengan segala kondisi, Allah siapkan hati dan diri kami dalam pengasuhannya. Aamiin...

Sehat selalu ya anak-anak Umma..

Sokaraja, 5 Juni 2018.

Uk HPHT: 37w6d

dalam penantian

#MenulisAsyikDanBahagia

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...