Jumat, 17 Agustus 2018

Secuil Keberkahan

"Pak, niki kopine diunjuk", Girah merampungkan pekerjaan sorenya dengan menyajikan secangkir kopi panas untuk suaminya tercinta. Seperti rutinitas wanita jawa di tempat tinggalnya, adzan ashar pertanda pekerjaan sorenya harus segera diselesaikan. Apalagi kalau keduluan dengan kehadiran suaminya dari ladang. Memandikan bayinya sembari merebus air untuk mengganti air minum di termos, mengambil jemuran baju sekalian melipatnya, lalu menyapu halaman yang luasnya sepertiga rumah mereka. Sore ini Girah kelabakan karena suaminya pulang lebih cepat.

" Bu, ngeneh njagong dimin", Warso, sang suami mengajaknya bercengkerama sejenak. Warso baru saja tiba dari ladangnya. Sepetak lahan warisan yang ia garap demi dapur tetap mengepul.

"Ya Mas. Enten napa sih? Kadingaren kondure gasik", Girah duduk sembari menyusui Gendis. Sesuai namanya, anak itu memang benar-benar manis seperti namanya. Gendis artinya gula. Warso dan Girah sangat bersyukur penantian 17 tahun pernikahan berakhir dengan kelahiran buah hati semata wayangnya. Ya, setelah melahirkan Gendis, Girah harus ikhlas merelakan rahimnya untuk diangkat. Menyedihkan ya? Ah tidak, ternyata mereka justru sangat bahagia bahwa Tuhan menitipkan amanah anak pada mereka di detik-detik terakhir. Di usia 39 tahun, kondisi hamil besar, kista plus preeklamsia yang membuat Girah kehilangan peranakannya. Girah sungguh beruntung, karena pendarahan pasca persalinan yang dia alami dapat segera teratasi meski dengan konsekuensi yang tidak ringan.

"Kiye Pak Karto mau maring kebon. Jerene ngesuk dheweke njaluk dibatiri maring Nglempang. Kakange arep nggawe jaro sisan nawu sumur", terangnya pada sang istri. Alhamdulillah, berkali-kali Girah mengucapkannya. Ini seperti rezeki yang tak terduga di saat perekonomian keluarga mereka memburuk.

"Gusti Alloh mboten sare ya Mas. Alhamdulillah njenengan angsal pedamelan. Niki kopi pungkasan Mas. Teng wingking mpun telas. Ah, mugi-mugi rizkine barokah", Girah dengan sumringah mengucapkannya.

"Lah iya, apa-apa larang. Pegawean ora mesti ana. Asil kebon ra sepira, paling nggo mangan sedina rong dina. Ngapurane Kangmas-mu ya Dek." Tak terasa bulir bening itu mengalir dengan sendirinya dari ujung mata Girah.

Teringat 3 bulan lalu, Warso resmi di PHK oleh pabrik rokok setelah 5 bulan lamanya ia di-PHP (Penerima Harapan Palsu). Alih-alih naik pangkat menjadi pegawai tetap dari status THL yang sudah 20 tahun melekat, nyatanya ia justru menelan pil pahit itu. Perusahaan menerima 300 pekerja bermata sipit secara mendadak. Meski di depan para korban PHK, mereka berdalih keputusan itu untuk efisiensi dan segudang kata-kata pembelaan yang terasa seperti petir di siang bolong.

Ah, potret di atas memang hanya fiksi. Namun saya yakin ada banyak Warso-Warso lainnya. Tapi tengoklah bagaimana jawaban Girah tadi. Bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Dia Maha Mengetahui kebutuhan hamba-Nya. Kemiskinan itu ada di hati yang tak bersyukur. Karena Allah SWT telah menjanjikan ketika kau bersyukur maka akan ditambah kenikmatan dan sebaliknya, jika kita kufur maka sesungguhnya azab Allah amatlah pedih. Kenikmatan atas rizkiNya adalah rasa kecukupan dan kebahagiaan. Bukankah itu yang kita sebut keberkahan?

Ibrāhim : 7

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."

#kelasmedsosbps
#selebdata
#gerakancintadata
#menulisasyikdanbahagia
#badanpusatstatistik
#perempuanbpsmenulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...