Alhamdulillah bisa membuka layar WP lagi... WordPress yaa bukan Whatpad qiqiqiqi... 2 pekan ini saya memang lagi kegandrungan dengan fenomena Wulan-Irfan-Wafi, Vania-Raka dan yang ter-new itu ada Suhita. Tapi sejauh ini kok belum kebayang nulis fiksi ya. Mungkin karena otak kanan ini sudah lama tumpul. Imajinasi dipenuhi impian menu masakan doang. Jadi perlu waktu untuk menyelami dan mengasah kreatifitas menulis fiksi. Sadar nulis saja baru secemet kata si mbok. Atau dasar saya mental reader bukan writer. Wallohu a'lam.
Bagaimana kabarmu my blog? Sepi aja nih... Kalau gitu saya pengen cerita ah...
Alhamdulillah hari ini tepat 4 bulan 4 harinya Isykariman. My little boy yang semoga hidupnya selalu mulia dan senantiasa menjadi muslim yang beruntung dan pemenang. Setidaknya itulah sepenggal do'a yang kami nisbatkan pada namanya: Isykariman Aflahul Ikhwan. Selengkapnya di sini.
Fokus Tika! di satu titik... hehe...
Baiklah.. Selain kehadiran Isykariman yang menambah keberkahan dalam keluarga (hampir) besar kami, Alloh juga menguji dengan keberhasilan my zauji mendapat beasiswa S2nya melalui LPDP. Pencapaian ini memang penuh haru biru. Wekekeke...
Jadi ceritanya kan berawal dari tulisan di proposal nikah saya. Tentang kesediaan (calon) suami akan mengizinkan istrinya bekerja dan menggapai ilmu walau sampai negeri Cina (yang ini metamorf yaaa). Berjalannya waktu setidaknya sampai mba Iffah lahir, saya masih amat menggebu untuk sekolah lagi. Saya terus menerus menyemangati suami supaya kami berdua bisa sekolah lagi (Sepaket). Pertengahan 2016 saya merayu suami untuk persiapan TOEFL, tahun depan pokoknya kita kuliah! Inget sekolah anak-anak, inget orang tua yang pengen juga anak-anaknya dekat dengan mereka. dan ingat-ingat yang lainnya... Saat itu suami menolak dengan alasan beliau belum puas dari karir. Whalah!
Beliau kan sudah Plt sejak 2013, tentu sisi kelaki-lakiannya muncul ya... Merasa belum optimal di sisi teknis sebelum menjadi kasie. Selain itu, 2016 Abu Iffah juga diamanahi dari sisi adminstrasi keuangan. Jadi beliau tertantanglah sampai pertengahan 2017 resmi menjadi kasie sekaligus PPK. Saya sendiri? Saya diangkat sebagai kasie dan keinginan kuliah lagi itu tetap saja ada pasang-surutnya. Semua schedule belajar bahasa Inggris terkikis oleh rutinitas rumah tangga. Padahal kami sudah buat time schedule dengan goal-nya 2017 kami lulus beasiswa. Wakakakaka... Suka malu sendiri saya sama secarik kertas yang kami tempel di dinding. Agenda belajar TOEFL. Dari januari 2016 s.d Desember 2016.
Diskusi panjang itu terus berlangsung sengit. Sampai detik ini, gemuruh simpang siur sekolah lagi masih heboh di pikiran saya. Sekiranya bulan April 2018 setelah memantapkan hati dengan sekian plan, akhirnya kami sepakat tes TOEFL ITP di lembaga resmi. Tentunya ini dengan rayuan maut saya kepada suami sehingga beliau luluh untuk bersedia tes TOEFL. 12 Mei 2018 menjadi hari bersejarah. Pertama kalinya kami berdua melakukan ujian setelah ujian kompre dan sidang skripsi yang mendebarkan hati. Kali ini, kami gak ada belajar formal, gak ada ceritanya ikut try out layaknya kita mau UN atau SPMB (Haaa... jadul banget ini). Suami yang lagi rempong dengan revisi POK dan PODESnya, serta saya yang lagi hamil trimester 3 bertekad menguji apakah english kami layak diujikan. hehehe...
Praktis keputusan mendadak itu membuat kami hanya punya waktu sepekan untuk serius belajar. Belajarnya dari SEKOLAH TOEFL Kak Budi Waluyo (yang sempat saya ikuti 3 bulan dulu di tahun 2016 dengan beberapa contoh soal ujiannya yang kami kerjakan ulang dan STRATEGI TOEFL yang kami beli online). Kami pun ikut tryout mandiri. Suami mencoba 5x di rumah, di stopwatch sendiri. Dengan rata-rata gak sampai 500! Saya sendiri gimana? Saya cuma tryout 2x. Hahahah... Itupun banyak breaknya karena si kembar yang heboh dan mba Iffah juga ikutan listening yang membuat buyar konsentrasi.
Persiapan yang belum begitu matang, memaksa kami untuk mengoptialkan doa dan sedekah. ALhamdulillah hasilnya tidak mengecewakan (bagi saya). Abu Iffah mendapat skor 503 dan saya sendiri 473. Untuk sebuah persiapan 1 pekan, menurut saya itu AMAZING, ALHAMDULILLAH, QODARULLOH, RIZKIMINALLOH.
Dengan bekal skor TOEFL 503, suami memberanikan diri mendaftar LPDP jalur reguler. SAya yang kurang 27 poin untuk apply, harus menahan diri untuk daftar LPDP. Baiklah...
Melewati 3 tes, yang ketiganya alhamdulillah berlangsung ketika masa cuti melahirkan saya. Jadi suami bisa serius menyiapkan tes TPA dan substantifnya. Kan kami ber4 di Jawa untuk persiapan kelahiran ISykariman. Hehehe... ALhamdulillah.. Fabiayyi 'alaairobbikuma tukadziban...
Berbekal LoG LPDP, insyaAlloh Februari suami akan mengikuti SIMAK UI. Sedangkan saya akan berjuang menaklukkan izin kepala BPS Provinsi (tepatnya hati Kasubbag Umum ding) untuk mendapatkan izin kuliah mengikuti jejak suami. Mohon doanya yaa guys! Moga Alloh lunakkan hati para pimpinan dan saya bisa lolos sampai diterima di kampus impian juga sampai lulus S2. Aaamiiin...
Lalu, bagaimana dengan niat kami kuliah ini? Saya tepatnya yang masih saja kadang galau: kuliah or resign! Huwaaa...
Mari kita luruskan niat kita bahwa kuliah bukan ajang pelarian dari kabupaten tertinggal! Bahwa kuliah kita niatkan meraih keridloan Alloh. Bahwa kuliah merupakan sarana kita melebarkan sayap-sayap dakwah supaya semakin luas kebermanfaatan kebaikan kita untuk masyarakat. Bahwa kuliah adalah masa rehat mengumpulkan semangat kembali. Semangat mencari ilmu, semangat menularkan semangat belajar kepada anak-anak. Saya pengen mereka menjadikan ilmu sebagai nafas dalam beramal. Saya ingin anak-anak lebih baik pendidikanya daripada kami. Saya ingin dengan kami kuliah lagi maka mereka pun bisa merasakan bahwa seperti ini para salafushalih mengajarkan pada kita untuk terus belajar. Belajar. dan Belajar. Sampai Alloh memutuskan jatah usia kita di dunia.
Kepada Athifah Syauqiyatu Wardah, Asiyah Zhurayfatu Hayfa, Ashilah Zhufayratu Fayha dan Isykariman Aflahul Ikhwan: Mari kita berjuang, keluar dari zona nyaman, berjuang untuk merasai nafas para mujahid dalam tholabul ilmi. Kami sadari, sekolah lagi sampai lulus gelar master bukanlah parameter keberhasilan. Namun satu hal kepastian dari itu semua adalah proses mencari ilmu dan mencintai ilmu yang akan tertanam dalam setiap hembusan nafas kami dan anak-anak kami. Yak, kami meyakini bahwa menikmati prosesnya akan membuat kita ridlo dengan apapun hasil yang Alloh berikan. Sampai akhirnya Alloh sendiri yang ridlo memasukkan kita dalam syurgaNya. Aamiiin...
Bahkan ini kami baru akan memulai. Masih jauuuuuuh prosesnya. Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi saya untuk memanjangkan doanya, menikmati prosesnya dan mensyukuri hasilnya.
Palembang, 23 Oktober 2018
Dari kamar 2212 The Zuri Hotel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar