Rabu, 26 Desember 2018

MENJAWAB POLEMIK DATA PANGAN

Pernah diterbitkan di Singgalang, 25 Januari 2018

Polemik yang tak berkesudahan mengenai swasembada pangan di negara kita selalu mencuat ketika kebijakan impor beras kembali mengangkat ke permukaan. Seperti kejadian awal tahun ini, Pemerintah kembali mengambil kebijakan impor beras dengan target mencapai 500.000 ton. Ditengah perbincangan ini, pertanyaan besar mengenai simpang siur data stok beras nasional perlu segera dijawab. Berbagai media massa baik cetak maupun elektronik pun ramai mendiskusikan hal ini. Para pengamat berkomentar, pemerintah tetap bergeming dengan dalih memperkuat cadangan beras nasional (kompas.com, 15 Januari 2018).

Stok beras erat kaitannya dengan data produksi padi nasional. Selain mempertimbangkan konsumsi beras per kapita, produksi padi nasional merupakan objek utama dalam keputusan impor beras oleh pemerintah. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu daerah sentra produksi padi yang ditargetkan berperan aktif dalam menggapai swasembada pangan nasional di tahun lalu. Dari 19 kabupaten kota di Sumatera Barat, Kabupaten Solok Selatan juga digadang-gadang dapat berkontribusi menjadi lumbung padi Sumatera Barat. Namun informasi terakhir yang dilansir oleh sumbar.antaranews.com, Kepala Dinas Pertanian Solok Selatan Tri Handoyo Gunardi menyebutkan bahwa meskipun hasil panen gabah meningkat pada 2017 dibanding 2016 tetapi realisasinya masih dibawah target yang ditetapkan. Produksi gabah kering Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat pada 2017 meningkat menjadi 147.747 ton dibanding 2016 yang berjumlah 140.312 ton. Kendati produksi meningkat, namun target 152.191 ton tidak tercapai (Rabu, 17 Januari 2018).

Dalam perhitungannya, angka produksi padi diperoleh dari dua variabel yakni luas panen dan produktivitas padi. Angka produktivitas padi didapatkan melalui Survei Ubinan Tanaman Pangan oleh BPS yang bekerjasama dengan Dinas Pertanian. Namun demikian, sudah sejak 2016, BPS tidak merilis angka tetap maupun angka ramalan produksi padi karena BPS menangkap ada faktor overestimate didalamnya. Disamping itu, data luas panen yang BPS terima tiap bulannya dari dinas terkait merupakan hasil eye estimate (pandangan mata). Tentunya banyak pihak yang meragukan keakuratan data ini. Oleh karena itu, pada tahun 2018 ini BPS bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan melaksanakan Survei Kerangka Sampel Area (KSA) untuk menghitung luas panen di seluruh wilayah NKRI termasuk Sumatera Barat. Setelah tahun lalu dilakukan uji coba di seluruh propinsi Pulau Jawa kecuali DKI Jakarta. Berdasarkan hasil sementara uji coba KSA di Pulau Jawa kecuali DKI Jakarta, perbedaan hasil luas panen antara metode lama dengan KSA sekitar 17,5 persen. Sesuai paparan Kepala BPS RI, Kecuk Suharianto, dalam wawancaranya di salah satu stasiun televisi swasta nasional beberapa hari lalu, perbedaan ini tentunya dipengaruhi oleh faktor bulan pengamatan dan wilayah.

Survei KSA diharapkan mampu menjawab penyediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk mendukung perencanaan Program Ketahanan Pangan Nasional. Survei ini memadukan teknologi sistem informasi geografi (SIG), pengideraan jauh, teknologi informasi, dan statistika spasial untuk memperoleh data dan informasi pertanian tanaman pangan. Setidaknya ada empat sumber peta yang dijadikan dasar untuk membangun survei ini yaitu peta luas baku lahan, peta tutupan lahan, peta bumi dan peta administrasi yang di overlay untuk memperoleh segmen-segmen calon sampel pada survei KSA. Sistem Kerangka Sampel Area ini dioperasikan menggunakan aplikasi Android dengan nama yang sama, untuk meramal luas panen padi sekaligus mengamati fase tumbuh padi. Pada survei KSA, petugas diwajibkan berada pada koordinat titik amatan untuk mengambil foto amatan pada rentang waktu tujuh hari terakhir setiap bulannya. Dengan metode ini petugas tidak akan bisa memfoto titik amatan jika tidak dalam radius titik amat maupun berada di luar rentang waktu pengamatan tersebut. Sampel titik amatan Sumatera Barat berjumlah 634 segmen sedangkan untuk Kabupaten Solok Selatan sebanyak 26 segmen yang tersebar di 7 Kecamatan. Tanggal 25 Januari 2018 merupakan pengamatan perdana Survei KSA 2018 di wilayah luar Jawa termasuk di Sumatera Barat.

Untuk melengkapi upaya perbaikan data produksi nasional, BPS juga akan melakukan perbaikan angka konversi (rendemen) gabah ke beras melalui Survei Konversi Gabah-Beras (KGB) pada bulan Maret-Agustus 2018. Penyusutan ini sangat penting dalam perhitungan data produksi mengingat dalam prosesnya dari padi sampai menjadi beras, ada banyak potensi susut beras baik dari proses pemanenan, pengeringan sampai pada masa penggilingan. Namun demikian, penggunaan angka ini tidak serta merta dapat langsung diterapkan untuk stok beras siap konsumsi (bahan pangan). Hal ini dikarenakan sebagian gabah digunakan untuk keperluan lain seperti benih, pakan ternak, dan kebutuhan sekunder lainnya. Pemahaman dan penggunaan angka yang benar dan tepat akan menghasilkan keputusan yang bijak.

BPS tentunya tidak dapat bekerja sendiri, BPS memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan lain yang dapat menguatkan program swasembada pangan nasional diantaranya kerjasama petani untuk konsisten menerapkan metode peningkatan produksi padi seperti sistem tanam Jajar Legowo dan dukungan pemerintah dengan pengadaan mesin-mesin pertanian yang canggih dan mutakhir. Semoga kerjasama yang saling terintegrasi dengan penerapan metode KSA dan pelaksanaan survei konversi gabah ke beras pada tahun ini dapat menghasilkan data yang akurat. Mari kita akhiri polemik stok beras nasional dengan menyukseskan program-program pemerintah salah duanya melalui survei KSA dan KGB.

Ini titik awal saya mendobrak malu, tidak percaya diri untuk menulis. Keluar tidak hanya di blog pribadi. Bismillah... Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...