Selasa, 12 Maret 2019

NHW Pra Kelas BunSay [Adab Menuntut Ilmu]


Bismillahi arrahmaani arrahiimi...
Menjelang pertengahan Maret, di tahun 2019. Sekitar setahun yang lalu, saya gagal menjadi murid yang baik. Gagal pada kelas Bunda Sayang Sumatera-2. Penyesalan mendalam saya rasakan. Kehampaan. Pelan tapi pasti, saya terus mengalami kemunduran. Terutama dalam hal parenting. Musuh terbesar saya hadir kembali: ketidaksabaran dalam mendidik anak.

Setahun berlalu, saya disibukkan dengan urusan domestik dan rutinitas kantor. Pilihan resign yang sering terlintas, masih tertahan sampai detik ini. Saya pun lalai dengan goal saya. Hingga beberapa pekan lalu, ibu sekretaris IP regional mengabarkan akan dibukanya kelas Bunda Sayang untuk Remidial. MasyaAlloh, Alhamdulillah... Rasa haru dan uforia akan kehadiran kelas Bundsay seketika menghampiri. Namun saya kembali merenung. Apakah saya sudah siap? Apakah saya bisa konsisten menjalani perkuliahan kelak? Apakah saya bisa menghalau segala musuh dalam menuntut ilmu? Semua keresahan itu saya tumpahkan pada Allah SWT. Dalam sujud malam itu, saya mantapkan hati ini untuk mencoba mendaftarkan diri pada kelas Bunda Sayang Remidial. Berkumpul dengan teman-teman dengan track record yang mirip dengan saya, semoga semakin menguatkan tekad ini.
Lalu Allah pun mengijabah saya sampai di grup WhatsApp Bunda Sayang Remidial. Bersama Mbak Fasil yang baik hati, kami kembali mengeja ilmu. Bersama teman-teman yang satu tujuan (melawan segala penghalang ilmu), kami memulai belajar tentang ilmu dasar parenting di Kelas Bunda Sayang.

Maka inilah kami. Para pembelajar yang tak ingin gagal untuk kedua kalinya!

Alasan terkuat yang menjawab semua kegundahan dan keraguan apakah saya sanggup menyelesaikan tugas pada Kelas Bunda Sayang Remidial ini sudah tentu adalah anak-anak. Saya menyadari dari sisi kuantitas waktu membersamai mereka sudah diambil oleh urusan publik (kantor). Apakah saya pun akan membiarkan ilmu yang Allah berikan melalui IIP ini lewat begitu saja? Ilmu yang sudah digodog matang-matang dan sudah terbukti menghasilkan banyak output ibu profesional. Saya ingin mengajak suami dan anak-anak dalam perbaikan diri saya. Terutama kualitas keluarga kami. Meski keterbatasan kami banyak, namun saya berusaha mengikis rasa rendah diri itu. Karena Allah sama-sama memberikan kesempatan 24 jam pada setiap ibu. Saya pun berharap dapat memberikan kualitas waktu bersama keluarga melalui ilmu yang diperoleh di Kelas Bunda Sayang Remidial ini.
Selain itu, kesempatan kali ini, saya pun tak ingin banyak berjanji di awal. Saya berdoa pada Allah semoga Allah istiqomahkan diri ini. Allah jaga komitmen dalam menuntut ilmu sampai kaki kiri ini menginjak syurga-Nya.

Strategi saya dalam menuntut ilmu di Kelas Bunda Sayang Remidial ini adalah pertama meminta izin pada suami. Karena ke depan saya mungkin akan meminta waktu beliau berbagi peran saat mengerjakan tugas-tugas. Apalagi kelas ini saya anggap sebagai projek keluarga bukan hanya projek pribadi saya. Masih lekat diingatan, bahwa seseorang akan diuji dengan kelemahannya sampai dia berhasil menaklukkannya. Saya memahami ini sebagai ujian bagi saya. Selama ini kelemahan saya adalah komitmen dalam jadwal agenda harian. Yang saya lalui dan rasakan selama ini, terlalu banyak toleransi pada diri sendiri. Saya harus mampu tajam pada pribadi dalam mengalokasikan waktu belajar. Kembali lagi, saya berpasrah diri pada Allah semoga Dia kuatkan azzam ini dan memudahkan ikhtiar kami dalam meningkatkan ilmu parenting. Selain itu, sebagai kesungguhan ini, saya menyiapkan satu ruang sendiri untuk mengalirkan rasa. Yakni sebuah bloknote dan website terbaru saya yang saya siapkan satu page sendiri untuk NHW Kelas Bunsay. InsyaAlloh peer NHW Bunsay Remidial 2019 ini akan dipublikasikan di www.ewistika.com .

Beberapa waktu lalu, saya bergabung pada salah satu grup kepenulisan. Saya sempat terganggu dengan salah satu keputusan PJ kegiatan di grup tersebut. Sempat terlintas dalam benak saya sejenis rasa merendahkan kemampuan beliau dalam membuat agenda. Namun, saya merenungkan lintasan rasa ini. Saya langsung ber-istighfar. Apakah ke”cerewet”an saya di WAG tersebut menyinggung PJ yang seharusnya bertugas? Saya takut kalau sikap saya berlebihan. Kalaupun jawaban saya yang benar, bukankah beliau (si-PJ) adalah “guru” saya dalam WAG tersebut?
Pengalaman di atas menjadi lecutan untuk saya dalam mengkaji kembali Adab Menuntut Ilmu. Melalui IIP kita sudah tahu bahwa Bu Septi dan Tim sudah menyiapkan CoC. Betapa berharganya ilmu ini. Karena dengan menerapkan CoC, kita (sebagai muslimah & murid) akan lebih dihargai dan ilmu yang didapat menjadi berkah. Saya pun berharap sikap yang beradab dalam menuntut ilmu akan diikuti oleh anak-anak. Apalah kita sebagai ortu, mungkin tak lama lagi waktu untuk menuntut ilmu. Namun mereka, yang masih terjaga fitrahnya... Sudah menjadi hak mereka untuk mendapatkan contoh adab menuntut ilmu dari orang tuanya, khususnya sang ibu.
Dengan Code of Conduct, kita bisa memperbaiki sikap kita dalam menuntut ilmu. Diantaranya adalah sebagai berikut:
ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI
ü  Ikhlas dan mau membersihkan jiwa dari hal-hal yang buruk. Selama batin tidak bersih dari hal-hal buruk, maka ilmu akan terhalang masuk ke dalam hati. Karena ilmu itu bukan rentetan kalimat dan tulisan saja, melainkan ilmu itu adalah “cahaya” yang dimasukkan ke dalam hati. Pada dasarnya, Tazkiyatun Nafs adalah gerbang kita sebelum menuntut ilmu. Mengawali segala sesuatu dari niat, lillahi ta’ala. Supaya setiap lelah yang lillah berbuah nikmat. 
ü  Selalu bergegas, mengutamakan waktu-waktu dalam menuntut ilmu, Hadir paling awal dan duduk paling depan di setiap majelis ilmu baik online maupun offline. Unuk poin ini, saya acap kali mengingkarinya. Namun dengan adanya kesepakatan jam online, semoga masing-masing dari murid dapat mengagendakan setidaknya 20 menit setiap harinya untuk berdiskusi dan meresapi ilmu di Kelas Bunda Sayang Remidial ini.  
ü  Menghindari sikap yang “merasa’ sudah lebih tahu dan lebih paham, ketika suatu ilmu sedang disampaikan. Kembali ke poin (1) bahwa keikhlasan adalah sedari awal, dikuatkan tekadnya selama proses sehingga dapat dirasakan manisnya ikhlas dengan keberkahan hasil akhir. Sikap “merasa” sudah lebih tahu masih berkerabat dekat dengan ketidak-ikhlas-an dalam menuntut ilmu. Adanya perasaan ingin lebih dari pada teman-teman atau merasa sudah cukup ilmu mengenai bidang tersebut.
ü  Menuntaskan sebuah ilmu yang sedang dipelajarinya dengan cara mengulang-ulang, membuat catatan penting, menuliskannya kembali dan bersabar sampai semua runtutan ilmu tersebut selesai disampaikan sesuai tahapan yang disepakati bersama. Bismillah, saya sudah meniatkannya dengan lahirnya website ewistika.com
ü  Bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diberikan setelah ilmu disampaikan. Karena sejatinya tugas itu adalah untuk mengikat sebuah ilmu agar mudah untuk diamalkan.

ADAB TERHADAP GURU (PENYAMPAI SEBUAH ILMU) 
ü  Penuntut ilmu harus berusaha mencari ridha gurunya dan dengan sepenuh hati, menaruh rasa hormat kepadanya, disertai mendekatkan diri kepada DIA yang Maha Memiliki Ilmu dalam berkhidmat kepada guru.
ü  Hendaknya penuntut ilmu tidak mendahului guru untuk menjelaskan sesuatu atau menjawab pertanyaan, tidak membarengi guru dalam berkata, tidak memotong pembicaraan guru dan tidak berbicara dengan orang lain pada saat guru berbicara. Hendaknya penuntut ilmu penuh perhatian terhadap penjelasan guru mengenai suatu hal atau perintah yang diberikan guru. Sehingga guru tidak perlu mengulangi penjelasan untuk kedua kalinya.
ü  Penuntut ilmu meminta keridhoan guru, ketika ingin menyebarkan ilmu yang disampaikan baik secara tertulis maupun lisan ke orang lain, dengan cara meminta izin. Apabila dari awal guru sudah menyampaikan bahwa ilmu tersebut boleh disebarluaskan, maka cantumkan/ sebut nama guru sebagai bentuk penghormatan kita. 
  
ADAB TERHADAP SUMBER ILMU
  ü  Tidak meletakkan sembarangan atau memperlakukan sumber ilmu dalam bentuk buku ketika sedang kita pelajari. 
  ü  Tidak melakukan penggandaan, membeli dan mendistribusikan untuk kepentingan komersial, sebuah sumber ilmu tanpa izin dari penulisnya. 
  ü  Tidak mendukung perbuatan para plagiator, produsen barang bajakan, dengan cara tidak membeli barang mereka untuk keperluan menuntut ilmu diri kita dan keluarga. 
  ü  Dalam dunia online, tidak menyebarkan sumber ilmu yang diawali kalimat "copas dari grup sebelah" tanpa mencantumkan sumber ilmunya dari mana. 
  ü  Dalam dunia online, harus menerapkan "sceptical thinking" dalam menerima sebuah informasi. jangan mudah percaya sebelum kita paham sumber ilmunya, meski berita itu baik.  


Ini dia masalah saya sehingga cuma dapat 2 badge di Kelas Bunsay sebelumnya. Saya harus mengalokasikan 1 jam setelah anak tidur malam untuk mengerjakan tugas Bunsay. Semoga Allah mudahkan ikhtiar saya. Aamiin... Selain itu, dengan aplikasi pendukung yang saya instal di HP, semoga memudahkan saya untuk langsung menuliskan to do list NHW setiap level tanpa bergantung dengan laptop.

Eng ing eng... Mirip kisah saya di salah satu WAG kepenulisan yang sudah saya ceritakan di atas. Ketika terbuka forum diskusi mengenai topik tersebut, saya akan berpendapat pada forum bukan pesan pribadi ke fasilitator. Perbedaan pendapat itu biasa, saya akan berusaha menyampaikannya dengan sederhana dan tidak ada tuntutan bahwa forum harus menyetujui pendapat saya. Bukankah keputusan yang diperoleh dengan mufakat mendapat pahala 2 daripada keputusan yang diambil pribadi? Kenapa kita harus mengeluh dengan perbedaan pendapat tersebut? Karena sejatinya yang kita cari di Kelas BunSay ini adalah keberkahan menuntut ilmu. Jika sudah ada syak prasangka, segera kembali ke poin (1) Adab Terhadap Diri Sendiri. Ikhlas & luruskan niat.
InsyaAlloh saya akan membaginya melalui aliran rasa di rumah belajar kami: ewistika.com dan pada forum kecil seperti arisan, jika memang diperlukan, saya akan membaginya dengan menyebutkan sumber ilmunya. Kebermanfaatan IIP khususnya Kelas BunSay menurut saya harus tersebar luas. Karena sejatinya ilmu akan terasa manfaatnya jika diamalkan.

Bagaimana jika ada yang mundur, cuti dan sejenisnya???

Setiap diri akan diuji dengan kelemahannya sampai ia dapat menaklukannya. Jika saudari saya ada yang terjangkit masalah ini, saya akan mencoba menelepon atau mengirim pesan pribadi sembari memberinya motivasi. Saya paham kesibukan luar biasa seorang ibu bangsa. Namun, ada grup kecil yang memfasilitasi pasien seperti ini. Optimalkan fungsi WAG Peer Grup di Kelas BunSay Remidial. Semoga teman-teman yang surut semangatnya dapat kembali tersulut dan semangat kembali.

ditulis sebagai NHW Pra Kelas Bunsay Remidial 2019
CoC: Code Of Conduct

IIP: Institut Ibu Profesional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...