Menjelang pertengahan Maret, di tahun 2019. Sekitar setahun yang
lalu, saya gagal menjadi murid yang baik. Gagal pada kelas Bunda Sayang
Sumatera-2. Penyesalan mendalam saya rasakan. Kehampaan. Pelan tapi pasti, saya
terus mengalami kemunduran. Terutama dalam hal parenting. Musuh terbesar saya
hadir kembali: ketidaksabaran dalam mendidik anak.
Setahun berlalu, saya disibukkan dengan urusan domestik dan
rutinitas kantor. Pilihan resign yang sering terlintas, masih tertahan sampai
detik ini. Saya pun lalai dengan goal saya. Hingga beberapa pekan lalu,
ibu sekretaris IP regional mengabarkan akan dibukanya kelas Bunda Sayang untuk
Remidial. MasyaAlloh, Alhamdulillah... Rasa haru dan uforia akan kehadiran
kelas Bundsay seketika menghampiri. Namun saya kembali merenung. Apakah saya
sudah siap? Apakah saya bisa konsisten menjalani perkuliahan kelak? Apakah saya
bisa menghalau segala musuh dalam menuntut ilmu? Semua keresahan itu saya
tumpahkan pada Allah SWT. Dalam sujud malam itu, saya mantapkan hati ini untuk
mencoba mendaftarkan diri pada kelas Bunda Sayang Remidial. Berkumpul dengan
teman-teman dengan track record yang mirip dengan saya, semoga semakin
menguatkan tekad ini.
Lalu Allah pun mengijabah saya sampai di grup WhatsApp Bunda Sayang
Remidial. Bersama Mbak Fasil yang baik hati, kami kembali mengeja ilmu. Bersama
teman-teman yang satu tujuan (melawan segala penghalang ilmu), kami memulai
belajar tentang ilmu dasar parenting di Kelas Bunda Sayang.
Maka inilah kami. Para pembelajar yang tak ingin gagal untuk kedua
kalinya!
Alasan terkuat yang menjawab semua kegundahan dan keraguan apakah
saya sanggup menyelesaikan tugas pada Kelas Bunda Sayang Remidial ini sudah
tentu adalah anak-anak. Saya menyadari dari sisi kuantitas waktu membersamai
mereka sudah diambil oleh urusan publik (kantor). Apakah saya pun akan
membiarkan ilmu yang Allah berikan melalui IIP ini lewat begitu saja? Ilmu yang
sudah digodog matang-matang dan sudah terbukti menghasilkan banyak
output ibu profesional. Saya ingin mengajak suami dan anak-anak dalam perbaikan
diri saya. Terutama kualitas keluarga kami. Meski keterbatasan kami banyak,
namun saya berusaha mengikis rasa rendah diri itu. Karena Allah sama-sama
memberikan kesempatan 24 jam pada setiap ibu. Saya pun berharap dapat
memberikan kualitas waktu bersama keluarga melalui ilmu yang diperoleh di Kelas
Bunda Sayang Remidial ini.
Selain itu, kesempatan kali ini, saya pun tak ingin banyak berjanji
di awal. Saya berdoa pada Allah semoga Allah istiqomahkan diri ini. Allah jaga
komitmen dalam menuntut ilmu sampai kaki kiri ini menginjak syurga-Nya.
Strategi saya dalam menuntut ilmu di Kelas Bunda Sayang Remidial
ini adalah pertama meminta izin pada suami. Karena ke depan saya mungkin akan
meminta waktu beliau berbagi peran saat mengerjakan tugas-tugas. Apalagi kelas
ini saya anggap sebagai projek keluarga bukan hanya projek pribadi saya. Masih
lekat diingatan, bahwa seseorang akan diuji dengan kelemahannya sampai dia
berhasil menaklukkannya. Saya memahami ini sebagai ujian bagi saya. Selama ini
kelemahan saya adalah komitmen dalam jadwal agenda harian. Yang saya lalui dan
rasakan selama ini, terlalu banyak toleransi pada diri sendiri. Saya harus
mampu tajam pada pribadi dalam mengalokasikan waktu belajar. Kembali lagi, saya
berpasrah diri pada Allah semoga Dia kuatkan azzam ini dan memudahkan ikhtiar
kami dalam meningkatkan ilmu parenting. Selain itu, sebagai kesungguhan ini,
saya menyiapkan satu ruang sendiri untuk mengalirkan rasa. Yakni sebuah bloknote
dan website terbaru saya yang saya siapkan satu page sendiri
untuk NHW Kelas Bunsay. InsyaAlloh peer NHW Bunsay Remidial 2019 ini akan
dipublikasikan di www.ewistika.com .
Beberapa waktu lalu, saya bergabung pada salah satu grup
kepenulisan. Saya sempat terganggu dengan salah satu keputusan PJ kegiatan di
grup tersebut. Sempat terlintas dalam benak saya sejenis rasa merendahkan
kemampuan beliau dalam membuat agenda. Namun, saya merenungkan lintasan rasa ini.
Saya langsung ber-istighfar. Apakah ke”cerewet”an saya di WAG tersebut
menyinggung PJ yang seharusnya bertugas? Saya takut kalau sikap saya
berlebihan. Kalaupun jawaban saya yang benar, bukankah beliau (si-PJ) adalah
“guru” saya dalam WAG tersebut?
Pengalaman di atas menjadi lecutan untuk saya dalam mengkaji
kembali Adab Menuntut Ilmu. Melalui IIP kita sudah tahu bahwa Bu Septi dan Tim
sudah menyiapkan CoC. Betapa berharganya ilmu ini. Karena dengan menerapkan
CoC, kita (sebagai muslimah & murid) akan lebih dihargai dan ilmu yang
didapat menjadi berkah. Saya pun berharap sikap yang beradab dalam menuntut
ilmu akan diikuti oleh anak-anak. Apalah kita sebagai ortu, mungkin tak lama
lagi waktu untuk menuntut ilmu. Namun mereka, yang masih terjaga fitrahnya... Sudah
menjadi hak mereka untuk mendapatkan contoh adab menuntut ilmu dari orang
tuanya, khususnya sang ibu.
Dengan Code of Conduct, kita bisa memperbaiki sikap kita
dalam menuntut ilmu. Diantaranya adalah sebagai berikut:
ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI
ü Ikhlas dan mau membersihkan jiwa dari hal-hal yang buruk. Selama
batin tidak bersih dari hal-hal buruk, maka ilmu akan terhalang masuk ke dalam
hati. Karena ilmu itu bukan rentetan kalimat dan tulisan saja, melainkan ilmu
itu adalah “cahaya” yang dimasukkan ke dalam hati. Pada dasarnya, Tazkiyatun
Nafs adalah gerbang kita sebelum menuntut ilmu. Mengawali segala sesuatu dari
niat, lillahi ta’ala. Supaya setiap lelah yang lillah berbuah nikmat.
ü Selalu bergegas, mengutamakan waktu-waktu dalam menuntut ilmu, Hadir
paling awal dan duduk paling depan di setiap majelis ilmu baik online maupun
offline. Unuk poin ini, saya acap kali mengingkarinya. Namun dengan adanya
kesepakatan jam online, semoga masing-masing dari murid dapat mengagendakan
setidaknya 20 menit setiap harinya untuk berdiskusi dan meresapi ilmu di Kelas
Bunda Sayang Remidial ini.
ü Menghindari sikap yang “merasa’ sudah lebih tahu dan lebih paham,
ketika suatu ilmu sedang disampaikan. Kembali ke poin (1) bahwa keikhlasan
adalah sedari awal, dikuatkan tekadnya selama proses sehingga dapat dirasakan
manisnya ikhlas dengan keberkahan hasil akhir. Sikap “merasa” sudah lebih tahu
masih berkerabat dekat dengan ketidak-ikhlas-an dalam menuntut ilmu. Adanya
perasaan ingin lebih dari pada teman-teman atau merasa sudah cukup ilmu
mengenai bidang tersebut.
ü Menuntaskan sebuah ilmu yang sedang dipelajarinya dengan cara mengulang-ulang,
membuat catatan penting, menuliskannya kembali dan bersabar sampai semua
runtutan ilmu tersebut selesai disampaikan sesuai tahapan yang disepakati
bersama. Bismillah, saya sudah meniatkannya dengan lahirnya website
ewistika.com
ü Bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas yang diberikan setelah
ilmu disampaikan. Karena sejatinya tugas itu adalah untuk mengikat sebuah ilmu
agar mudah untuk diamalkan.
ADAB TERHADAP GURU (PENYAMPAI SEBUAH ILMU)
ü Penuntut ilmu harus berusaha mencari ridha gurunya dan dengan
sepenuh hati, menaruh rasa hormat kepadanya, disertai mendekatkan diri kepada
DIA yang Maha Memiliki Ilmu dalam berkhidmat kepada guru.
ü Hendaknya penuntut ilmu tidak mendahului guru untuk menjelaskan
sesuatu atau menjawab pertanyaan, tidak membarengi guru dalam berkata, tidak memotong
pembicaraan guru dan tidak berbicara dengan orang lain pada saat guru berbicara.
Hendaknya penuntut ilmu penuh perhatian terhadap penjelasan guru mengenai suatu
hal atau perintah yang diberikan guru. Sehingga guru tidak perlu mengulangi
penjelasan untuk kedua kalinya.
ü Penuntut ilmu meminta keridhoan guru, ketika ingin menyebarkan ilmu
yang disampaikan baik secara tertulis maupun lisan ke orang lain, dengan cara
meminta izin. Apabila dari awal guru sudah menyampaikan bahwa ilmu tersebut
boleh disebarluaskan, maka cantumkan/ sebut nama guru sebagai bentuk
penghormatan kita.
ADAB TERHADAP SUMBER ILMU
ü Tidak meletakkan sembarangan atau memperlakukan sumber ilmu dalam
bentuk buku ketika sedang kita pelajari.
ü Tidak melakukan penggandaan, membeli dan mendistribusikan untuk
kepentingan komersial, sebuah sumber ilmu tanpa izin dari penulisnya.
ü Tidak mendukung perbuatan para plagiator, produsen barang bajakan,
dengan cara tidak membeli barang mereka untuk keperluan menuntut ilmu diri kita
dan keluarga.
ü Dalam dunia online, tidak menyebarkan sumber ilmu yang diawali
kalimat "copas dari grup sebelah" tanpa mencantumkan sumber ilmunya
dari mana.
ü Dalam dunia online, harus menerapkan "sceptical thinking"
dalam menerima sebuah informasi. jangan mudah percaya sebelum kita paham sumber
ilmunya, meski berita itu baik.
Ini dia masalah saya sehingga cuma dapat 2 badge di Kelas Bunsay
sebelumnya. Saya harus mengalokasikan 1 jam setelah anak tidur malam untuk
mengerjakan tugas Bunsay. Semoga Allah mudahkan ikhtiar saya. Aamiin... Selain
itu, dengan aplikasi pendukung yang saya instal di HP, semoga memudahkan saya
untuk langsung menuliskan to do list NHW setiap level tanpa bergantung
dengan laptop.
Eng ing eng... Mirip kisah saya di salah satu WAG kepenulisan yang
sudah saya ceritakan di atas. Ketika terbuka forum diskusi mengenai topik
tersebut, saya akan berpendapat pada forum bukan pesan pribadi ke fasilitator.
Perbedaan pendapat itu biasa, saya akan berusaha menyampaikannya dengan
sederhana dan tidak ada tuntutan bahwa forum harus menyetujui pendapat saya.
Bukankah keputusan yang diperoleh dengan mufakat mendapat pahala 2 daripada
keputusan yang diambil pribadi? Kenapa kita harus mengeluh dengan perbedaan
pendapat tersebut? Karena sejatinya yang kita cari di Kelas BunSay ini adalah
keberkahan menuntut ilmu. Jika sudah ada syak prasangka, segera kembali ke poin
(1) Adab Terhadap Diri Sendiri. Ikhlas & luruskan niat.
InsyaAlloh saya akan membaginya melalui aliran rasa di rumah
belajar kami: ewistika.com dan pada forum kecil seperti arisan, jika memang
diperlukan, saya akan membaginya dengan menyebutkan sumber ilmunya.
Kebermanfaatan IIP khususnya Kelas BunSay menurut saya harus tersebar luas.
Karena sejatinya ilmu akan terasa manfaatnya jika diamalkan.
Bagaimana jika ada yang mundur, cuti dan sejenisnya???
Setiap diri akan diuji dengan kelemahannya sampai ia dapat
menaklukannya. Jika saudari saya ada yang terjangkit masalah ini, saya akan
mencoba menelepon atau mengirim pesan pribadi sembari memberinya motivasi. Saya
paham kesibukan luar biasa seorang ibu bangsa. Namun, ada grup kecil yang
memfasilitasi pasien seperti ini. Optimalkan fungsi WAG Peer Grup di Kelas
BunSay Remidial. Semoga teman-teman yang surut semangatnya dapat kembali
tersulut dan semangat kembali.
ditulis sebagai NHW Pra Kelas Bunsay Remidial 2019
CoC: Code Of Conduct
IIP: Institut Ibu Profesional
ditulis sebagai NHW Pra Kelas Bunsay Remidial 2019
CoC: Code Of Conduct
IIP: Institut Ibu Profesional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar