Dulu, seolah semua sudah teratur atau tepatnya selalu minta apapun seperti apa yang saya inginkan. Diperhatikan, diatur dan sejenisnya. Sampai tumbuhlah saya seperti sekarang. Saat mata terpejam, seberapa banyak sih ilmu sekolah lebih dari 17 tahun sejak TK sampai kuliah yang masih teringat di kepala. Seakan terbersit, mungkin ini semata-mata karena Allah mengijabah doa kedua ortu. Ya, begitulah saya sebelum mengenalnya.
Lelaki itu menunjukkan pada saya. Bahwa tak semua keinginan pasti tercapai. Tak semua harapan jadi kenyataan. Meski kita sudah berbuat sebaik apapun. Bisa jadi akan ada benturan nurani dalam memaknai takdir yang belum sejalan dengan impian kita. Bukankah hawa nafsu adalah musuh terbesar manusia?
Lelaki itu yang mengajarkan saya makna berpasrah dan berjuang semampunya. Tak perlu ngoyo yang verbal. Tapi lakukan saja yang terbaik. Maka Allah yang akan memberikan apa yang terbaik untuk kita. Impian kita? Harapan kita? Biar Allah yang mengatur kapan itu terjadi. Simpel ya..
Lelaki itu yang memberitahu bahwa ada yang sudah tinggal selangkah lagi mencapai citanya, tetiba Allah cukupkan rizkinya. Ah, bukankah kematian tak akan datang sampai habis jatah rezeki kita di dunia ini? Jadi untuk apa terlalu mengejar dunia? Habis jatah, pulang lagi...
Kini, saat kemelut harapan berbentur dengan kenyataan yang tak sesuai. Akankah aku bisa setegar yang ia harapkan? Saat ia sampaikan, coba kita dalam posisinya.. Bagaimana sikapmu? Jederrrr... Ah, saya belum bisa mengungkapkan di sini. Tapi besar harapan bisa sesuai antara takdir dengan keinginan. "Egois kamu Tik!!!", seru sosok diri ini padanya.
Bisa jadi kau menginginkan sesuatu yang baik menurutmu. Tapi Allah selalu memberikan keputusan terbaikNya untukmu, Tika!!!
Jangan pernah putus berharap. Rahmat Allah begitu luas. Sayangnya selalu menyertaimu. Semoga esok kau dapati keberkahan dari putusan yang diridloi suamimu. Niatkan saja baktimu pada suami, supaya kelak Allah juga ridlo padamu!
Tika, ikhlaskan.. Lepaskan..
#ntms
Tidak ada komentar:
Posting Komentar