Senin, 28 Oktober 2019

Terapi Hati

Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Pagi ini saya niat sekali berangkat ke kampus sepagi jam8kurang. Padahal gak ada kuliah. Cuma mau anterin kertas ujian sama tandatangan absensi. Sampai-sampai bagian admin di sekretariat prodi belum datang. Hahaha...

Alhamdulillah ada emak di rumah yang bersedia menemani Karim dan beberes rumah. Doakan beliau sehat dan istiqomah dalam kebaikan ya...

Saya ingin bercerita tentang keresahan beberapa bulan ini. Cerita mengenai Fayra dan Rayfa. Keputusan kami untuk menitipkan mereka kepada Eyang memang sangat berat bagi saya. Kehidupan baru di kota Depok tentu berbeda dengan saat kami awal tinggal di Solok Selatan. Dahulu kami masih newbie sebagai pasangan. Anak masih di perut dan kondisi alam sangat mendukung.
Masa adaptasi sebagai student parents memang tidak mudah. Athifah baru masuk kelas 1 SD. Pencarian sekolah, pengasuh dan beradaptasi dengan dunia perkuliahan membuat suami bulat memutuskan si kembar untuk sementara sekolah di Purwokerto.

Hari ini adalah hari pertama usai ujian tengah semester pertama. Meskipun perkuliahan baru berjalan kurang dari dua bulan, tapi sudah UTS. Hehe.. Kok cepat sekali ya.. (Ini kalau masalah kuliah)
Beda saat sudah di rumah. Sepinya rumah... Rindunya gelak tawa dan riuh ramainya kebersamaan anak-anak. Apalagi kalau Athifah sekolah dan saya libur kuliah. Jam9 itu Karim sudah mengantuk dan jam10an sudah tertidur waktu dhuha. Saya? Memasak sudah dan pekerjaan rumah sudah selesai pula. Oh iya, Emak hanya datang saat saya ada kuliah atau keperluan lain yang memaksa untuk menitipkan Karim pada beliau. Selebihnya walau weekday tapi saya gak kuliah ya beliau libur. Saya ingin memaksimalkan waktu bersama anak-anak. Itulah mengapa kerinduan dan setiap waktu yang tidak saya & si kembar lalui bersama menjadi sebuah penyesalan.

Bukan tanpa alasan suami masih kekeuh belum akan menjemput si kembar ke Depok. Beliau masih berat mengingat emosi saya teman-teman. Hiks...
Mohon doakan saya ya.. Saat ini saya sedang menerapi diri sendiri dengan 40hari bersabar tanpa bentakan kepada anak.

Teman, saya marah atau terpancing emosi sebenarnya murni karena ketidakpercayaan diri ini. Saya menyadari diri ini tak sempurna. Lalu membandingkan pada yang lain. Pada IRT lain. Padahal saya kerja atau kuliah saat ini. Saya merasa harusnya bisa X-Y-Z. Padahal ada kehadiran Emak. Kenapa tidak dibagi saja pekerjaannya. Begitu kata suami. Namun, ini bukan pula karena saya perfectionist. Saya tidak mewajibkan rumah tanpa debu. Saya sudah melunak untuk kebersihan. Asal anak-anak sehat dan ceria, g masalah kerapihan rumah.

Tapi ini tentang emosi.. Saya akan lebih tenang dan easygoing saat saya dekat dg al qur'an. Iya benar. Kalau kata teman-teman, babyblouse itu jangan dikatakan kurang iman, babyblouse itu bisa menyerang ibu yang sholihah sekalipun.. Saya sepakat 50%.. Karena memang benar. Saat keimanan naik, tentu akan berimpact pada sikap dan hati seseorang. Tapi, gak selamanya iman itu naik. Saat iman turun dan tak ada obat peningkat iman, inilah masa yang membahayakan. Saya merasakan hal yang sama. Dan al qur'an adalah obatnya.
Saat ini doa saya, semoga Alloh melunakkan hati saya dan mendekatkan diri ini dg al quran. Kalau saat al qur'an terdengar dan tidak ada getar di hati ini, maka waspadalah.. Saya memohon pada Alloh untuk dijauhkan dari hati yang kikir & keras.. Saya takut masa yang sebentar ini membuat Alloh tidak ridlo.. Saya ingin membahagiakan diri sendiri dan orang sekitar saya. Mohon doakan saya yaa...

Dari si naif dan dhoif..

Ummu Fayalaisy
Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh

Rabu, 23 Oktober 2019

Karya Antologi bersama Pejuang Literasi

Berkarya bersama, belajar selamanyaa...
Semoga apa yang ditulis menjadi nasihat bagi Ummi pribadi dan bermanfaat untuk pembaca. Menulis bukanlah hal baru tapi menulis sesuai 'aturan' memang perlu latihan. Kami belajar bersama, memperbaiki ejaan, pemilihan kata yang tepat bahkan sampai marketing karya. MasyaAllah... Betapa beruntungnya Ndan Hessa (penggagas forum literasi bernama Pejuang Literasi. Kami saling mengenal, saling berbagi ilmu dan saling berkarya. Semoga berkah untuk semua.
Alhamdulillah berikut karya perdana dan kedua Ummi...

Pertama 

Di buku antologi pertama ini Ummi menceritakan kisah persalinan pertama Ummi saat melahirkan Athifah.

Kedua 
Kalau di sini, Ummi menuliskan kisah tematik. Ada 15 tema dan ada 2 karya Ummi di antaranya yang berkisah tentang Rumah dan Bintang. Penasaran? Ayo beli bukunya...hehe...

Baarokallohu fiikum!

Cerita dari Penjara Suci (Karya Antologi ke-3)

Alhamdulillah 'alaa kulli hal...

Karya faksi (fakta genre fiksi, hehe) ketiga Ummi... Semoga bermanfaat...
Ayo pesan sedari sekarang. Apalagi sampai dengan 3 November 2019 ada harga promo lho!

Ada satu cerita di dalamnya yang menggambarkan saat saat Ummi belajar di Pondok Pesantren Miftahussalam. Walaupun hanya dua pekan, tapi pengalaman berharga itu masih melekat dalam ingatan. Kesahajaan, kebersamaan, kedermawanan, kesabaran, keteguhan dan pengorbanan. Terima kasih ya Allah atas nikmat karunia yang diberikan pada kami.

Berikut sedikit cuplikan dari tulisan Ummi di karya antologi ini.
Poster di papan pengumuman sekolah masih terngiang di kepalaku. Pesantren Liburan di salah satu pondok pesantren ternama di kampung kami. Kelas XI SMA adalah masa awal aku mengenal Islam. Meski sudah dua tahun aku berhijab, aku masih merasa masih asal pakai saja. Aku belum mendalami agamaku dan merasa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menimba ilmu langsung di pondok pesantren. Mengingat semester depan aku akan mulai sibuk dengan tryout. Kamu pasti paham kan betapa hectic-nya kelas XII? Belum selesai persiapan UAN, kami harus bersiap menghadapi SPMB. Ya, bismillah! Aku akan mencoba bicara pelan pada kedua orang tuaku.“Pak, Bu, ini baru lo ada Pesantren Liburan di Pondok.Tika juga ingin mempelajari agama langsung sama Ustazah, sekaligus melatih kemandirian.” Jelasku pada mereka.“Pondok apa namanya? Sekarang banyak pondok pesantren penganut aliran sesat, jangan macam-macam! Belajar dari sekolah kan cukup” Bapak setengah mengancamku.
Beberapa hari terakhir, televisi ramai memberitakan penangkapan oknum yang disebut teroris. Mereka memakai kedok agamis, memakai latar pesantren, lembaga terhormat pencetak generasi Robbani. Aku terkadang ikut terpancing emosi. Bagaimana bisa mereka menodai Islam dengan perbuatan tersebut. Atau dunia mulai terbalik, disetir dibalik layar produksi tayangan berita di media untuk kepentingan sebagian kelompok saja? Ah, jika bukan di bumi ditampakkan, kelak di Padang Mahsyar kita nantikan kebenarannya. Yang aku yakini, Islam itu agama damai. Rahmatan lil ‘alaamin

Baarokallohu fiikum!

NHW Tahap Ulat: Pekan 6

Lalu kisah kami pun berlanjut... Hallow di Pekan 6 Tahap Ulat. Alhamdulillah semakin menuju ujung tahap ulat nih. Judul besarnya adalah maka...