Pekan lalu menjadi kejutan bagiku. Dalam beberapa hari berturut-turut, aku mendapat berita lelayu dari keluarga 4 orang yang aku kenal. Ada budhe Sri yang memang sudah sepuh, tapi sepengetahuanku beliau ini rajin silaturahim. Saat seda keluarga turut memenuhi fardlu kifayahnya dan mengantar sampai tempat peristirahatan terakhir. Innalillahi wainnailaihi roji'un.
Kedua, suami mbak Bety. Mbak Bety ini kakak tingkat semasa di STIS. Saat tahun pertamaku, beliau sedang magang di BPS Pusat. Lalu tak lama kemudian menikah dan sudah dikaruniai 2 putra kalau tidak salah. Pekan lalu, saya membaca status beliau tentang wafatnya sang suami karena bakteri pneumonia. Namun untuk keamanan, almarhum dimakamkan dengan protokol pandemik. Mak serr dada ini bergemuruh. Bagaimana tidak, di usia yang sangat muda. Sekitar 5 tahun di atasku. Tidak dapat menyaksikan langsung prosesi pemakaman belahan jiwa kita, tentu menyisakan sesak di dada. Innalillahi wainnailaihi roji'un.
Ketiga, salah satu pegawai BPS Jateng. Beliau dikenal ramah, cerdas, kreatif, dan ringan tangan dalam membantu teman-temannya. Pukul 10 pagi beliau masih melakukan cek publikasi Daerah Dalam Angka dari rumah melalui aplikasi hijau itu. Hari itu giliran beliau WFH. Tanpa gejala sakit. Kabarnya serangan jantung. Innalillahi wainnailaihi roji'un.
Ke empat, adalah sang murobbi tarbiyah. Engkong, sebutan akrab para mentee beliau. Aku lebih nyaman memanggil beliau dengan panggilan Ustadz Hilmi. Iya, saat berita itu sampai, tak kuasa kutitikkan air mata. Beliau tidak kenal aku. Tapi bisa jadi salah satu doa beliaulah yang membuatku bisa kenal doa ma'tsurat pagi-petang. Bisa jadi doa beliau akan keberlangsungan dakwah di Indonesia-lah yang membuat Allah masih menjaga negeri ini dari azab akhir zaman. Bisa jadi... Sujud beliau-lah yang membuat Allah ridlo pada dakwah ini. Ah.. Ustadz.. Aku hanya mengenalmu dari murobbiyahku dulu. Meski ustadz memang sudah lama sakit. Namun kepergiannya membuat kami terpukul karena kehilangan syaikh tawadhuk yang sudah melahirkan begitu banyak murobbi... Ya, ustadz adalah murobbinya murobbi. Beliau dimakamkan dengan protokol pandemik. Innalillahi wainna ilaihi roji'un.
Pesan kematian itu semakin banyak, apalagi semenjak datangnya ujian covid saat ini. Setiap manusia akan mengalaminya...tak terkecuali aku... Kita terlahir asing. Bahkan meski anak kembar pun ia terlahir sebagai individu. Saat menyatakan "qoluu bala syahidna..." ia bersaksi untuk dirinya sendiri. Kemudian, kita akan meninggal dalam keterasingan. Sejatinya, bagi almarhum/ah saat sakaratul maut dia berjuang bersama amalannya. Bukan pada diri orang lain. Ya Allah... Saat menuliskan ini, tak terasa air mata ikut menemani. Akankah kita sanggup? Sanggup melewatinya dengan kebaikan? Ya Allah... Akhirkan kami dalam keadaan yang baik ya Allah... Aamiin ya Rabb...